Secara  garis besar konon kisah wayang Ramayana itu menunjukan bahwa manusia  itu harus bergelut dengan dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum  mencapai pencerahan atau mendapatkan wahyu. Disini penggambaran itu di  gambarkan sebagai berikut.
Rama digambarkan sebagai satria, sang diri atau pancer.
Shinta digambarkan sebagai wahyu atau pencerahan yang harus dicari atau dicapai.
Rahwana digambarkan  sebagai sang nafsu merah yang mencuri perhatian dan waktu satria  sehingga menjauhkan manusia dari pencapaian wahyu. Penuh dengan amarah  dan nafsu memiliki yang membuat manusia menjauh dari pencapaian.
Sarpakenaka  digambarkan sebagai sang nafsu hitam yang digambarkan getol mendukung  sang nafsu merah dan merintangi manusia dari pencapaian pencerahan.  Penuh dengan nafsu kejahatan dan pelampiasan.
Kumbakarna  digambarkan sebagai nafsu kuning yang berusaha untuk menggunakan logika  dalam berpikir, dan ahirnya walau mengetahui kebenaran tetap teguh  membela apa yang dirasa benar. Tapi kadang kala justru merintangi pencarian karena merasa perlu menjaga apa yang “menurutnya” benar.
Wibisana dan Hanoman  digambarkan sebagai nafsu putih yang terkalahkan dan menyingkir  menyeberang jalan untuk bersatu dengan diri pribadi memerangi ke 3 nafsu  tersebut.
Jalanya  cerita juga jelas dimulai dari pencurian shinta oleh rahwana sebagai  bentuk dari pencurian kesadaran manusia oleh emosi dan nafsu merah.  Dimana sering dalam keadaan kita emosi maka sangat sulit mempertahankan  kesadaran. Emosi adalah simbol rahwana yang selalu siap nyolong shinta,  kesadaran kita.
Kemudian  sadarlah sang diri, yang kemudian atas bantuan hanoman mencari sang  shinta yang kemudian bersatu dengan wibisana ketika berjalan ke Alengka.  Disini ditunjukan bahwa sang diri harus mendekat dan percaya kepada  sifat putih yang ada dalam diri masing masing.
Dan  terjadilah perang yang kemudian berujung pada kalahnya Kumbakarna,  Sarpakenaka, dan Rahwana. Kumbakarna kalah dengan tangan dan kaki  terpotong, menghadapi nafsu kuning kita harus bisa memotong  “angan-angan” yang menjadi lambang kaki tangan Kumbakarna.
Matinya Sarpakenaka karena kerisnya sendiri. Disini bisa diberi arti bahwa seharusnya kita menyadari bahwa semua perbuatan jahat itu merusak. Dengan menyadari akan keburukan diri maka kita akan insyaf. Keinsyafan sebab mau merenung dan menyadari itu dianggap sebagai keris sarpakenaka.
Matinya Sarpakenaka karena kerisnya sendiri. Disini bisa diberi arti bahwa seharusnya kita menyadari bahwa semua perbuatan jahat itu merusak. Dengan menyadari akan keburukan diri maka kita akan insyaf. Keinsyafan sebab mau merenung dan menyadari itu dianggap sebagai keris sarpakenaka.
Terahir  kita akan berhadapan dengan Rahwana yang punya dasa, sepuluh wajah dan  kepala. Lambang begitu banyak alasan yang kita ungkapkan untuk menunjang  pembelaan diri kita. dimana di putus satu akan tumbuh lagi lainya.  hanya memutuskan semuanya maka sang Rahwana akan gugur. dan Shinta sang  wahyu kembali ke pangkuan sang diri. ( source http://wayangprabu.com/category/referensi-wayang/cerita-wayang/cerita-ramayana/)
 

 
  
No comments:
Post a Comment