Tuesday, July 12, 2011

FENOMENA KACANG MAICIH

Selama 2 minggu ini saya sedang mengamati intens di social media dan media media online tentang suatu brand bernama MAICIH. Apaan itu?
Sebuah brand dg produk keripik, apa hebatnya sebuah brand keripik. Yah keripiknya memang bukan kategori produk fenomenal, tapiiii strategi pemasaran dan 'positioning' yang dipakai itu lho, bikin saya geleng geleng kepala. Kok ada ide orisinil segila itu, bukan sembarang gila, tapi gila yang mendatangkan profit, tentu mau dooong.

Berawal dari pengamatan saya terhadap TL (Time Line) guru guru gratisan di Twitter yaitu @Iimfahima, beliau sedang kultwit tentang peranan social media bagi bisnis. Nah salah satu follower-nya 'mention' tentang MAICIH ini. Saya pun penasaran, maka gentayanganlah saya mencari info. Saya korek dari Facebook dan Twitter, serta media online yang mengulas tentang MAICIH ini.

Maicih adalah brand sebuah keripik berbahan singkong, kalau sekedar keripik saja banyak itu dan gak ada yang menarik. Tapi kalau keripik itu ditambah dengan unsur pedas, dan pedasnya ber'level tentu agak sedikit menarik. Level kepedasaanya dari mulai 3,5, dan terakhir sangat pedaaas sekali level 10 (duuuh gak bisa bayangin). Produknya biasa saja, diberi sedikit 'keunikan' maka jadilah dia. Tapi sama sama keripik pedas, ada juga produk teman TDA dulu yang menjual kepedasan sebagai jualannya, namanya 'Keripik Setan' entah sekarang kok gak ada kabarnya.

Kalau hanya produk yang sedikit unik saja, tanpa didukung strategi pemasaran yang jitu, ya hasilnya biasa biasa saja. Maicih lain, dari sisi produk, okelah sudah ada nilai uniknya. Tapi harus ditunjang oleh strategi pemasaran yang tidak biasa untuk menjadi sebuah fenomena.

Adalah Reza Nurhilman, mahasiswa PTS di Bandung yang menemukan Maicih.
Dia menemukan produk itu bikinan seorang nenek yang menurutnya terasa enak sekali, tapi hanya diproduksi terbatas dan tidak kontinyu. Reza akhirnya mengemas keripik tersebut dan memberi label MAICIH (Mak Icih) dengan logo seorang nenek.

Kemudian dia merekrut beberapa sales yang disebut sebagai Jenderal Maicih, sedangkan Reza sendiri menyebut dirinya Presiden Maicih.
Jenderal jenderal ini masih muda muda, beberapa masih mahasiswa. Dan semua Jenderal diwajibkan bikin akun Twitter dan punya mobil. Nah, jenderal jenderal ini bergentayangan (istilah mereka) menjual keripik Maicih dalam mobil, mereka mangkal di suatu pusat keramaian kota, dan jualanlah mereka di situ.

Efek viral disebarkan melalui beberapa akun Twitter yang dipunyai para jenderal tsb. Dan ada beberapa akun Twitter yang memang khusus untuk menyebarluaskan keberadaan para jenderal tsb, antara lain @infomaicih @infomaicih_jkt @infomaicih_bdg. Saat sekarang saya mengamati, @infomaicih sudah mempunyai 54.000 follower dan aktif ngetwit. Tahu kan arti 54.000 follower, itu aset yang sangat mahal. Saya sampai iri, karena mereka ngetwit dan melakukan hardselling, yang kata guru guru saya di Twitter agak diharamkan, tapi ternyata follower mereka nambah terus.

Dan kenyataan di lapangan, mobil mobil para jenderal tsb selalu dengan antrian yang mengular. Tidak hanya di Bandung saja, di Jakarta, Tangerang, Semarang, Jogjakarta juga antriii. Antrian antrian tsb di-share fotonya di Twitter dan Facebook. Pasti sudah bisa dibayangkan betapa hebat efek viralnya.

Maicih gak punya web, gak ada blog, melulu jualan dengan dibantu soc-med. Tapi konsumennya yang notabene anak anak muda netizen menjadi evangelist Maicih. Mereka (konsumen) berbagi foto sedang makan keripik Maicih, dengan muka kepedasan 'tericih icih' (istilah mereka). Mereka share foto makan Maicih di Twitter dan Facebook. Dan inilah kekuatan Maicih, dia dicintai konsumennya.

Pengamatan saya lanjutkan, karena masih penasaran. Saya amati terus TL @infomaicih, mereka sedang membangun karakter, ya karakter brand Maicih. Mereka dengan sengaja menciptakan istilah istilah yang konsisten dipakai, dan ternyata dicintai konsumennya. Seperti: iciher (pecinta Maicih), tericih icih (kepedasan), jenderal (para sales), gentayangan (sdg mangkal jualan), heuheuheu (ketawa khas Maicih berikut jendral2nya, jadi ketawa aja kompak). Menurut saya itu sangat khas anak muda. Reza (owner) dengan jeli membidik segmen anak muda sebagai target market, menurut saya karena hanya anak muda yang social media addict. Dan memang Twitter adalah tool utama mereka untuk menciptakan efek viral.

Nah, anak anak muda ini suka brand yang punya karakter, selain keunikan. Dari sisi produk kekuatan Maicih adalah menciptakan semacam pengalaman 'kepedasan'. Pengalaman kepedasan inilah yang membuat para evagelist-nya bersedia memamerkan ke media online. Saya jadi ingat buku Hermawan Kertajaya, karakter netizen adalah mereka narsis, ingin sebagai subjek, ingin membagi pengalaman, nah klop kan, ketemu brand yang menurut mereka cocok dengan karakter mereka, maka tanpa dibayar mereka akan dengan senang hati menjadi pemasar viral bagi brand tsb.

Pengamatan lebih lanjut, Reza sang owner dari awal rekrut para jenderal, dia tidak rekrut sembarangan. Ada proses interview, ada proses karantina 'Character Building'.....wiiih anak muda sudah berpikir seperti itu.

Fenomena Maicih ini juga ada buntutnya, banyak para plagiat yang jelas jelas memakai brand Maicih, bahkan ada yang buka lapak di mall. Entah saya kurang tahu pasti bagaimana Presiden Maicih mengantisipasinya, bisnis mana sih yang bebas dari pembajakan.

Nah, banyak sekali yang bisa saya pelajari dari fenomena ini. Jadi punya impian suatu saat harus 'hire' seseorang yang gila seperti Reza, karena saya sadar keterbatasan diri. Saya tidak akan mampu menyaingi kreativitas dan ide ide gila anak muda. Tapi kalau anak anak muda yang kreatif seperti Reza apa ya masih mau jadi karyawan...ha ha ha.


Salam
--
Dyah Purana



No comments:

Post a Comment